07 April 2011

APA KABAR PAMAN SAM ???

Telaah terhadap kehancuran ekonomi AS akibat derivative market*)

Masih ingatkah dengan krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat (AS) beberapa waktu silam? Krisis keuangan di Negara adidaya yang dampaknya tidak hanya dirasakan penduduk AS bahkan menular ke berbagai Negara di dunia ini. Menurut para pengamat ekonomi dan keuangan bahwa krisis yang terjadi di Amerika Serikat adalah sebuah bencana besar di sektor ekonomi keuangan. Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah tanda-tanda kehancuran sebuah imperium, negara adidaya bernama Amerika Serikat? Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Australia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11 September 2001. Indonesia juga terkena dampaknya. Pada tanggal 8 Oktober 2008, IHSG tertekan tajam turun 10,38 %, yang membuat pemerintah panik dan terpaksa menghentikan (suspen) kegiatan pasar modal beberapa hari. Demikian pula Nikken di Jepang jatuh lebih dari 9 %. Pokoknya, hampir semua pasar keuangan dunia terimbas krisis financial US tersebut. Karena itu para pengamat menyebut krisis ini sebagai krisis finansial global. Krisis keuangan global yang terjadi belakangan ini, merupakan fenomena yang mengejutkan dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha.

Ini bukan hanya terjadi di level perusahaan, sebelum kebangkrutan itu bermunculan, perusahaan-perusahaan itu telah menelan korban ratusan ribu hingga jutaan warga Amerika. Mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, dan bergelimang hutang. Amerika Serikat mengulang kembali mimpi buruk resesi ekonomi tahun 1939. Muhammad Ma’ruf, wartawan SINDO, dalam bukunya Tsunami Finansial memaparkan panjang lebar penyebab krisis ini dan dampaknya terhadap rakyat AS. Dalam salah satu tulisannya Ma’ruf menceritakan bagaimana ratusan orang di Los Angeles yang tunawisma membentuk koloni baru, kota tenda. Sebuah pemandangan yang amat langka untuk Negara sekaliber Amerika. Kondisi mereka putus asa seperti habis tertimpa musibah badai Katrina di pinggiran kota Los Angeles. Mereka adalah orang-orang yang kehilangan rumah setelah rumahnya disita oleh lembaga pemberi kredit karena tidak bisa membayar cicilan rumah tersebut. Mereka memasak dengan kayu bakar dan membakar api unggun untuk menghangatkan badan di malam hari. Penduduk kota tenda ini terus bertambah dan tingkat kesehatan mereka semakin memburuk karena mulai terserang penyakit. Berbagai warna kulit berkumpul di sana, putih, cokelat, tua, muda dan anak-anak.

Melihat fenomena ini, DR. Rahman Pasha, SE.MM dalam artikelnya yang berjudul Daya Tahan Ekonomi Indonesia Menghadapi Krisis Global Berkepanjangan menulis bahwa krisis ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan diantaranya :

  1. Kebijakan pemberian kredit perumahan dalam jumlah besar kepada nasabah yang tidak layak dengan biaya variable yang mencapai 1,2 triliun dollar AS
  2. Sektor keuangan yang berkembang dengan pesat melalui penciptaan derivative keuangan 480 miliar dollar AS. Subprime kredit misalnya telah disekrutisasi melalui penciptaan derivative yaitu CDOs (Colletaised Debt Obligations) yang dijual kepada investor AS maupun luar negeri tanpa rating yang benar.

Sementara itu, menurut pakar ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riel yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riel. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil.
Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riil terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya (virtual transaction) melalui transaksi derivatif yang penuh ribawi. Tegasnya, Transaksi maya sangat dominan ketimbang transaksi riil. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagangan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja. Menurut analisis lain, perbandingan tersebut semakin tajam, tidak lagi 95 % : 5 %, melainkan 99 % : 1 %. Islam sangat mencela transaksi dirivatif ribawi dan menghalalkan transaksi riil. Hal ini dengan tegas difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah : 275 : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Wallahu A’lam bish showaab

*) Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas materi kuliah Pasar Modal Syariah

0 komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh,,,
Mohon teman2 yang mengunjungi blog ini untuk meninggalkan sepatah dua patah kata pada blog ini. Syukron