Diantara kaidah yang
menjadikan dasar hukum dalam akad muamalah adalah larangan riba dalam
aktifitas transaksi muamalah. Masalah riba sudah disebutkan oleh Allah
dalam Al Qur’an dan sudah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits nya serta
penjelasan rincinya sudah diperbincangkan oleh para Ulama dalam kitab-kitab
mereka. Bahkan dalam catatan sejarah, disebutkan bahwa riba tidak hanya
dilarang dalam ajaran Islam akan tetapi dilarang dan dikecam oleh hampir semua
agama dimuka bumi ini. Namun demikian, banyak umat islam tidak mengetahui
larangan ini dan bahkan pura-pura tidak mengetahuinya. Dalam hadits telah
disebutkan bahwa diantara 7 kategori dosa besar adalah memakan harta riba.
Apa itu Riba ?
Riba (الربا) secara bahasa bermakna: ziyadah (زيادة - tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik
riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Pengertian riba disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhahib
fiqhiyyah. Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan:
“Pengertian riba secara
bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap
penambahan yang
diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau
penyeimbang yang dibenarkan syariah.”
Ummat
Islam dilarang
mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan
supaya ummat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surat dalam Al Qur’an dan hadits
Rasulullah
Larangan Riba dalam Al Qur’an
Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak
ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan
dalam empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa
pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong
mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah.
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ
النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ
وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
"Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak
menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai
keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)." (Q.S. Ar
Rum: 39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras
kepada orang Yahudi yang memakan riba.
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمُ
الرِّبَاوَقَدْنُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
"Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi,
Kami haramkan
atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang
bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih." (Q.S. An Nisa: 160-161)
Tahap ketiga, riba
diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Para ahli tafsir
berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا
أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan." (Q.S. Ali Imran: 130).
Ayat ini turun pada tahun ke 3 hijriyah.
Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu.
Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 dari Surat al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 Hijriyah.
Tahap
terakhir, Allah dengan jelas dan tegas
mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari
pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
يَآأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم
مُّؤْمِنِينَ {278} فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ
وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا َ تَظْلِمُونَ وَلاَ
تُظْلَمُونَ {279}
"Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai
jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
dan tidak pula dianiaya." (Q.S. Al
Baqarah: 278-279)
Ayat ini baru akan sempurna kita
pahami jikalau kita cermati bersama asbabun nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabary meriwayatkan bahwa
كانت ثقيف قد صالحت النبي صلى الله عليه وسلم على ان مالهم من
ربا على الناس وما كان للناس عليهم من ربا، فهو موضوع. فلما كان الفتح استعمل عتاب
بن اسيد على مكة، وكانت بنو عمرو بن عمير بن عوف ياخذون الربا من بني المغيرة،
وكانت بنو المغيرة يربون لهم في الجاهلية، فجاء الاسلام ولهم عليهم مال كثير.
فأتالهم بنو عمرو يطلبون رباهم، فأبى بنو المغيرة أن يعطوهم ( الربا ) في الاسلام
ورفعوا ذلك الى عتاب بن أسيد. فكتب عتاب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم فنـزلت
: ( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا ان كنتم مؤمنين، فان لم
تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله… ( الى )… ولا تظلمون – فكتب بها رسول الله صلى
الله عليه وسلم الى عتاب وقال : - ان رضوا، والا فآذنهم بحرب
“Kaum Tsaqif, penduduk kota
Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah e bahwa
semua hutang mereka, demikian juga piutang (tagihan) mereka
yang ber-dasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya
saja. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah menunjuk Itab bin
Usaid sebagai Gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif
sebagai daerah administrasinya. Adalah Bani Amr bin Umair bin Auf yang
senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani
Mughirah dan sejak
zaman jahiliyah
Bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan
tambahan riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki
kekayaan dan asset yang banyak. Maka datanglah
Bani Amr untuk menagih hutang dengan
tambahan (riba) dari Bani Mughirah - seperti sediakala
- tetapi Bani Mughirah setelah memeluk
Islam menolak untuk memberikan tambahan (riba) tersebut.
Maka dilaporkanlah masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi
masalah ini Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah e dan turunlah ayat di
atas. Rasulullah
e lantas
menulis surat balasan kepada Gubernur Itab ‘jikalau mereka ridha dengan
ketentuan Allah
di atas maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum
perang kepada mereka.’”
Larangan Riba dalam Hadits
Pelarangan riba dalam Islam tak hanya
merujuk pada Al Qur’an melainkan juga Al Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut
aturan yang telah digariskan melalui Al
Quran, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci.
Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah,
Rasulullah masih menekankan sikap Islam yang melarang riba.
"Ingatlah
bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil
riba, oleh karena itu hutang akibat riba harus di-hapuskan. Modal (uang pokok) kamu
adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami
ketidakadilan."
Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah riba. Di antaranya adalah:
أَخْبَرَنِي عَوْنُ
بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ رَأَيْتُ أَبِي اشْتَرَى حَجَّامًا فَأَمَرَ
بِمَحَاجِمِهِ فَكُسِرَتْ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَثَمَنِ الْكَلْبِ
وَكَسْبِ الأَمَةِ وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا
وَمُوكِلَهُ وَلَعَنَ
الْمُصَوِّرَ
Diriwayatkan
oleh Aun bin Abi Juhaifa,
“Ayahku membeli
seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah
kotor dari kepala), ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya
kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab,
bahwa Rasulullah melarang untuk menerima uang dari transaksi darah,
anjing, dan kasab budak perempuan, beliau juga melaknat
pekerjaan pentato dan yang minta ditato, me-nerima dan memberi riba
serta beliau melaknat para pembuat gambar.” (H.R. Bukhari no.
2084 kitab Al Buyu)
أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِي اللَّه
عَنْهم قَالَ جَاءَ بِلالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ
صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ
أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ
تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa
pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis kurma berkualitas baik) ke hadapan
Rasulullah dan
beliau bertanya kepadanya, "Dari mana engkau mendapatkannya?" Bilal menjawab,
"Saya mem-punyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan
menukar-kannya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan
oleh Rasulullah ", selepas itu Rasulullah terus berkata, "Hati-hati! Hati-hati! Ini
sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba.
Jangan berbuat begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih
tinggi), juallah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang
tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu." (H.R.
Bukhari no. 2145, kitab Al Wakalah)
حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ
أَبِيهِ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ إِلا سَوَاءً
بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَا أَنْ نَبْتَاعَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا
وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا
Diriwayatkan
oleh Abdurrahman bin Abu Bakr bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah melarang
penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita
menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita." (H.R.
Bukhari no. 2034, kitab Al Buyu).
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلا بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ
Diriwayatkan
oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah bersabda, "Emas hendaklah dibayar dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
bayaran harus
dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan
atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan
denga riba. Penerima dan pemberi
sama-sama bersalah." (H.R. Muslim no. 2971, dalam kitab Al Masaqqah)
حَدَّثَنَا سَمُرَةُ بْنُ جُنْدُبٍ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … قَالَ ذَاتَ غَدَاةٍ
إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا
قَالا لِي انْطَلِقْ وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا وَإِنَّا أَتَيْنَا … عَلَى
نَهَرٍ حَسِبْتُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ أَحْمَرَ مِثْلِ الدَّمِ وَإِذَا فِي
النَّهَرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ وَإِذَا عَلَى شَطِّ النَّهَرِ رَجُلٌ قَدْ
جَمَعَ عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيرَةً وَإِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا
يَسْبَحُ ثُمَّ يَأْتِي ذَلِكَ الَّذِي قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ الْحِجَارَةَ
فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا فَيَنْطَلِقُ يَسْبَحُ ثُمَّ يَرْجِعُ
إِلَيْهِ كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ فَغَرَ لَهُ فَاهُ فَأَلْقَمَهُ حَجَرًا قَالَ
قُلْتُ لَهُمَا مَا هَذَانِ قَالاَ …وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ
يَسْبَحُ فِي النَّهَرِ وَيُلْقَمُ الْحَجَرَ فَإِنَّهُ آكِلُ الرِّبَا
Diriwayatkan oleh Samurah
bin Jundub bahwa Rasulullah e bersabda, "Malam tadi
aku bermimpi,
telah datang dua orang dan membawaku ke Tanah Suci. Dalam
perjalanan, sampailah kami ke suatu sungai darah, di mana di
dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di pinggir sungai
tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di tangannya.
Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki
yang di
pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke
tempat asal. Aku bertanya, ‘Siapakah itu?’ Aku diberitahu, bahwa
laki-laki yang di tengah sungai itu ialah orang yang memakan riba.’ ” (H.R. Bukhari
no. 6525, kitab At
Ta`bir)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ
وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Jabir
berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya,
dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, "Mereka itu
semuanya sama." (H.R. Muslim no. 2995,
kitab Al
Masaqqah).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah
berkata, "Pada
malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang
perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan
dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab
bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba."
رَوَى الْحَاكِمُ عَنِ ابْنْ مَسْعُوْد أَنَّ النَّبِيَّ
قَالَ: الرِّباَ ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ
الرَّجُلُ أُمَّهُ
Al Hakim
meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi SAW bersabda: “Riba itu mempunyai
73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang
me-lakukan zina dengan ibunya.”
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah
bersabda, "Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena
tidak membenarkan empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat
petunjuk dari-Nya. (Mereka itu adalah) Peminum arak,
pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang
tidak bertanggung jawab/menelantarkan ibu bapaknya."
Ayat-ayat dan Hadits-hadits Rasulullah
SAW diatas menjelaskan kepada kita bahwa riba dari berbagai aspek sudah diharamkan
oleh Allah SWT kepada hambaNya. Dengan penjelasan diatas mudah-mudahan umat
islam yang masih melakukan praktek riba agar segera meninggalkannya dan
bertaubat kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bish showab
Sumber : Bank Syariah,
Suatu Pengantar Umum oleh Muhammad Syafi’I Antonio
Artikel yg sangat bermanfaat..ijin sharenya..thanks..
BalasHapussilahkan dishare bu... syukron udh berkunjung ke blog saya... :)
BalasHapusmantap gan artikelnya... saya melengkapi saja
BalasHapus