18 Desember 2011


-->
Pada bulan Dzulhijjah tahun 97 H, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik menunaikan ibadah haji bersama kedua puteranya. Usai thawaf , khalifah menghampiri seorang kepercayaanya dan bertanya : “ Dimanakah temanmu itu ?” Sambil menunjuk ke sudut barat masjidil Haram dia menjawab : “Di sana, beliau sedang berdiri untuk shalat.” Dengan diiringi kedua puteranya khalifah bertandang menuju ke lokasi yang dimaksud. Namun orang yang dimaksud, beliau dapatkan dalam keadaan shalat, hanyut dalam rukuk, dan sujudnya. Sementara orang-orang duduk di belakang, kanan dan kirinya. Maka duduklah khalifah di penghabisan majlis begitu pula dengan kedua anaknya. Kedua putera mahkota itu mengamati dengan seksama, seperti apa gerangan laki-laki yang dimaksud oleh amirul mukminin. Hingga beliau berkenan duduk bersama manusia banyak untuk menunggu laki-laki tersebut menyelesaikan shalatnya. Ternyata dia adalah seorang tua Habsyi yang berkulit hitam, keriting rambutnya dan pesek hidungnya. Apabila duduk laksana burung gagak yang berwarna hitam.
 Usai shalat, orang tua tersebut  langsung menemui khalifah. Di sini khalifah menghadap orang tersebut dan menggunakan kesempatan itu untuk bertanya tentang manasik haji, rukun demi rukun, sedangkan orang tua tersebut menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Setelah selesai bertanya, khalifah mendoakan orang tersebut agar mendapatkan balasan yang lebih baik. Di tengah perjalanan sa’i antara shafa dan Marwah, kedua putra khalifah itu mendengar seruan :”Wahai kaum Muslimin, tiada yang berhak berfatwa di tempat ini kecuali Atha’ bin Abi Rabah.. jika tidak bertemu dengannya hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih.” Seorang dari putra khalifah itu langsung menoleh kepada ayahnya sembari berkata : “Petugas amirul mukminin menyuruh manusia agar tidak meminta fatwa kepada seorangpun selain Atha’ bin Abi Rabah dan temannya, namun mengapa kita tadi justru datang dan meminta fatwa kepada seorang laki-laki yang tidak memberikan prioritas kepada khalifah dan tidak pula memberi hak penghormatan khusus kepadanya ?
Sulaiman berkata kepada putranya:” Wahai anakku, pria yang kamu lihat dan engkau melihat kami berlaku hormat di hadapannya tadilah yang bernama Atha’ bin Abi Rabah, orang yang berhak berfatwa di Masjidil Haram. Beliau mewarisi ilmu Abdullah bin Abbas dengan bagian yang terbanyak.” Kemudian beliau melanjutkan :”Wahai anakku…carilah ilmu…karena dengan ilmu, rakyat bawahan bisa menjadi terhormat…para budak bisa melampaui derajat para raja..”

0 komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh,,,
Mohon teman2 yang mengunjungi blog ini untuk meninggalkan sepatah dua patah kata pada blog ini. Syukron