Abdul
‘Awwal al- Harawi : Sang Penakluk Waktu
Mengenai
kisah beliau , Yusuf ibn Ahmad Syaerazi, dalam “ Arba’ain al- Buldan”
menuturkan:
Ketika
saya hendak pergi kepada syaikh al-Hawari, Allah menakdirkan saya untuk bertemu
beliau di perbatasan daerah karman. Saya bersalaman dan mencium beliau. Lalu
aku duduk di sisi beliau.
Setelah
itu, syaikh Hawari bertanya kepadaku,” Apa tujuanmu pergi ke daerah ini?” saya
menjawab,” Tujuanku adalah ingin bertemu denganmu”. Saya telah menulis
perkataanmu dengan penaku ini dan aku berangkat kesini dengan kakiku ini hanya
untuk menemuimu. Itu aku lakukan, supaya aku mendapat barakah dari setiap
nafasmu.
Syaikh
Hawari menjawab,” Semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua terhadap segala
sesuatu yang di ridhoi-Nya. Semua tingkah laku kita semoga hanya untuk Allah.
Begitu juga tujuan-tujuan kita. Andaikan kamu mengetahui siapa diriku seperti
yang aku ketahui, niscaya kamu tidak akan bersalaman denganku dan duduk di
sebelahku ini.” Setelah itu beliau menangis cukup lama. Orang-orang di
sekitarnya pun ikut menangis.
Dan
beberapa saat kemudian, beliau berkata,” Ya Allah, tutupila aib kami dengan
tirai- Mu yang bagus. Dan Jadikanlah di balik tirai- Mu itu sesuatu yang engkau
ridhai bagi kami.”
Setelah
itu, ia berkata kepadaku,” Wahai anakku…., Ketahuilah, sebenarnya aku juga
pernah berkelana sepertimu untuk mencari hadist-hadist yang shahih dengan
berjalan kaki bersama orang tuaku. Aku berjalan dari daerah Harrah menuju
Dawudi. Pada saat itu umurku kurang dari 10 tahun. Dalam perjalanan itu, orang
tuaku menaruh 2 batu di atas kedua tanganku, sambil berkata,” peganglah kedua
batu itu.” Karena takut, aku pun harus menggenggam kedua batu itu. Selama
berjalan orang tuaku terus memberi wejangan dan nasehat. Lalu, ketika orang
tuaku melihatku telah lelah, ia menyuruhku membuang salah satu batu yang
kugenggam. Maka aku pun melemparnya. Kemudian aku berjalan terus, sampai
akhirnya orang tuaku benar-benar melihatku kelelahan. Ia bertanya kepaku,”
Apakah engkau lelah?” Karena aku takut, aku menjawab, “ Tidak”
Namun,
sepertinya ia tak percaya. Ia bertanya kepaku,” Lantas, kenapa engkau
tertinggal olehku?” Maka akupun mempercepat langkahku dan menyusulnya. Namun,
aku tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan. Maka, orang tuaku melemparkan
batu yang satunya lagi. Meski demikian, aku tetap tidak kuat dan berjalan
sampai pontang- panting. Akhirnya, orang tuaku membopongku. Di tengah
perjalanan, kami bertemu dengan sekelompok petani. Mereka berkata kepada orang
tuaku, “ Wahai Syaikh Isa, berikan anak
kecil itu kepada kami, agar kami naikkan kamu dan anakmu menuju Busang.”
Namun
orang tuaku menjawab,” Aku berlindung kepada Allah agar jangan sampai naik
kendaraan ketika mencari hadist-hadist Rasulullah. Aku akan terus berjalanan.
Adapun bila anakku nanti kecapekan, maka aku akan memanggulnya di atas
kepalaku. Hal itu saya lakukan demi memuliakan hadist-hadist Rasulullah dan
mengharap pahala dari Allah s.w.t.”
Demikianlah.
Dan hasilnya, adalah sebagaimana niatnya yang tulus : Allah memberiku taufik hingga
dapat mempelajari beberapa kitab hadist dan setalah itu orang-orang dari
berbagai penjuru dunia berduyun-duyun mendatangiku.
0 komentar:
Posting Komentar
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh,,,
Mohon teman2 yang mengunjungi blog ini untuk meninggalkan sepatah dua patah kata pada blog ini. Syukron