08 Juli 2012


Abdul ‘Awwal al- Harawi : Sang Penakluk Waktu
Mengenai kisah beliau , Yusuf ibn Ahmad Syaerazi, dalam “ Arba’ain al- Buldan” menuturkan:
Ketika saya hendak pergi kepada syaikh al-Hawari, Allah menakdirkan saya untuk bertemu beliau di perbatasan daerah karman. Saya bersalaman dan mencium beliau. Lalu aku duduk di sisi beliau.
Setelah itu, syaikh Hawari bertanya kepadaku,” Apa tujuanmu pergi ke daerah ini?” saya menjawab,” Tujuanku adalah ingin bertemu denganmu”. Saya telah menulis perkataanmu dengan penaku ini dan aku berangkat kesini dengan kakiku ini hanya untuk menemuimu. Itu aku lakukan, supaya aku mendapat barakah dari setiap nafasmu.
Syaikh Hawari menjawab,” Semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua terhadap segala sesuatu yang di ridhoi-Nya. Semua tingkah laku kita semoga hanya untuk Allah. Begitu juga tujuan-tujuan kita. Andaikan kamu mengetahui siapa diriku seperti yang aku ketahui, niscaya kamu tidak akan bersalaman denganku dan duduk di sebelahku ini.” Setelah itu beliau menangis cukup lama. Orang-orang di sekitarnya pun ikut menangis.
Dan beberapa saat kemudian, beliau berkata,” Ya Allah, tutupila aib kami dengan tirai- Mu yang bagus. Dan Jadikanlah di balik tirai- Mu itu sesuatu yang engkau ridhai bagi kami.”
Setelah itu, ia berkata kepadaku,” Wahai anakku…., Ketahuilah, sebenarnya aku juga pernah berkelana sepertimu untuk mencari hadist-hadist yang shahih dengan berjalan kaki bersama orang tuaku. Aku berjalan dari daerah Harrah menuju Dawudi. Pada saat itu umurku kurang dari 10 tahun. Dalam perjalanan itu, orang tuaku menaruh 2 batu di atas kedua tanganku, sambil berkata,” peganglah kedua batu itu.” Karena takut, aku pun harus menggenggam kedua batu itu. Selama berjalan orang tuaku terus memberi wejangan dan nasehat. Lalu, ketika orang tuaku melihatku telah lelah, ia menyuruhku membuang salah satu batu yang kugenggam. Maka aku pun melemparnya. Kemudian aku berjalan terus, sampai akhirnya orang tuaku benar-benar melihatku kelelahan. Ia bertanya kepaku,” Apakah engkau lelah?” Karena aku takut, aku menjawab, “ Tidak”
Namun, sepertinya ia tak percaya. Ia bertanya kepaku,” Lantas, kenapa engkau tertinggal olehku?” Maka akupun mempercepat langkahku dan menyusulnya. Namun, aku tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan. Maka, orang tuaku melemparkan batu yang satunya lagi. Meski demikian, aku tetap tidak kuat dan berjalan sampai pontang- panting. Akhirnya, orang tuaku membopongku. Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan sekelompok petani. Mereka berkata kepada orang tuaku, “ Wahai Syaikh Isa,   berikan anak kecil itu kepada kami, agar kami naikkan kamu dan anakmu menuju Busang.”
Namun orang tuaku menjawab,” Aku berlindung kepada Allah agar jangan sampai naik kendaraan ketika mencari hadist-hadist Rasulullah. Aku akan terus berjalanan. Adapun bila anakku nanti kecapekan, maka aku akan memanggulnya di atas kepalaku. Hal itu saya lakukan demi memuliakan hadist-hadist Rasulullah dan mengharap pahala dari Allah s.w.t.”
Demikianlah. Dan hasilnya, adalah sebagaimana niatnya yang tulus : Allah memberiku taufik hingga dapat mempelajari beberapa kitab hadist dan setalah itu orang-orang dari berbagai penjuru dunia berduyun-duyun mendatangiku.

0 komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh,,,
Mohon teman2 yang mengunjungi blog ini untuk meninggalkan sepatah dua patah kata pada blog ini. Syukron