21 Desember 2011


-->
Hadiitsul Arbi’ai I :
Konsep Waktu Dalam Islam
Pelajaran dari Surat Al ‘Ashr
Seperti biasa setiap hari rabu pagi bakda shubuh Ust. H. Abdullah Hakam Shah, MA mengadakan semacam halaqoh bersama para mahasantri/mahasantriwati STEI Husnayain Jakarta. Sebagai seorang pengasuh, biasanya beliau dalam setiap halaqoh memberi nasehat maupun mau’idzoh yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas di lingkungan STEI Husnayain selama sepekan. Pagi ini, Rabu 25 Muharram bertepatan dengan 21 Desember 2011 beliau memberi mau’idzoh yang diambil dari surat al ‘ashri. Isi dari mau’idzoh tersebut kurang lebih sebagai berikut :
*********************
Allah SWT berfirman :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) الصر :1-3
Artinya : Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian (2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (3) QS. Al ‘Ashri 1-3

Imam Syafi’ie rahimahullah berkata : Seandainya Allah tidak memberikan teguran / nasehat kepada hambaNya, maka surat ini sudah cukup.
Al Qur’an terdiri dari Aqidah, Syariah dan Mau’idzoh/ nasehat. Jadi maksud Imam Syafi’ie adalah ayat al qur’an yang mengandung mau’idzoh.

Ada dua konsep waktu dalam surat ini yang perlu kita renungkan :
  1. Setiap detik adalah hidup kita yang baru
Waktu walaupun satu detik adalah kehidupan yang baru bagi manusia dengan demikian kita tidak perlu menunggu momentum untuk berubah maupun mau mengerjakan sesuatu. Setiap detik yang kita lalui adalah hidup kita yang baru jangan mudah menunda-nunda pekerjaan. Diantara kita banyak yang mau mengerjakan sesuatu ketika ada momentum. Contoh : Saya akan berhenti merokok kalau saya sudah menikah, saya akan rajin sholat jama’ah di masjid ketika saya sudah dikarunia anak, tahun depan saya akan berinfaq, saya akan rajin baca al qur’an kalau sudah masuk bulan ramadhan dan seterusnya.
Dalam masalah waktu, orang barat berpegang teguh pada slogan “time is money”, waktu adalah uang. Selain itu orang barat menilai bahwa orang hebat adalah orang yang mengorbankan uang untuk membeli waktu sedangkan orang yang tidak penting adalah orang yang menjual waktu untuk mendapatkan sedikit uang. Orang yang hebat, rela mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk cepat sampai tujuan meskipun dengan mahalnya tiket pesawat terbang dan lain sebainya. Dengan demikian nilai seseorang dilihat dari bagaimana memanfaatkan waktu.

  1. Setiap waktu adalah kerugian
Dalam surat Al ‘Ashri Allah menggunakan 3 kata ta’kid (penguat) yaitu : 1. Huruf “و” yang berarti sumpah (واو القسم) pada kalimat “وَالْعَصْر 2. Huruf “إنَّ” artinya sungguh pada kalimat “إِنَّ الإنْسَانَ 3. Huruf Lam “ ل Ta’kid pada kalimat “لَفِي خُسْر
Setiap waktu yang kita lalui adalah kerugian, maka rugilah orang-orang yang merayakan pergantian tahun, berlalunya waktu yang telah lalu dan seterusnya.
Dalam surat ini waktu tidak akan merugi apabila kita manfaatkan dalam empat hal :

  1. Keimanan
Semua kita sudah menghafal rukun iman yang enam. Akan tetapi sudahkah kita menghayati keimanan kita?? Salah seorang salaf Ibrahim bin Adam pernah berkata kepada muridnya :kalau engkau masih bermaksiat kepada Allah, maka janganlah engkau tinggal di muka bumi ini. Kemudian muridnya bertanya :”lalu kita tinggal dimana?” kemudian Ibrahim bin Adam menjawab :” kalau kita numpang tinggal di rumah seseorang, kemudian kita melakukan perbuatan yang tidak disenangi pemilik rumah tersebut, sedangkan pemilik rumah tersebut mengetahui apa yang kita kerjakan, maka apakah kita tidak malu untuk tinggal di rumah tersebut?? Maka bagaimana dengan Allah yang melihat dan mendengar gerak-gerik kita??
Ada salah seorang tabi’in yang sedang “memadu kasih” dengan dengan saling kirim-mengirim surat terhadap kekasihnya menggunakan burung merpati. Sedang asyik-asyiknya surat-menyurat, tabi’in tersebut mendengar salah satu dari tetangganya melaksanakan sholat tahajjud. Rakaat pertama beliau membaca surat Al ‘Ashr sedangkan rakaat kedua membaca surat al hadid yang berbunyi :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)
Artinya : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al Hadid : 16)
Mendengar bacaan tersebut, maka tabi’in itu pun berlalu meninggalkan perbuatan sia-sianya kemudian rajin beribadah kepada Allah hingga menjadi orang yang shufi.

  1. Amal Sholeh
Para ulama tafsir berpendapat bahwa syarat diterimanya amal perbuatan apabila memenuhi dua syarat yaitu : Ikhlas karena Allah SWT dan Sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW (ittiba’ur rasul) .
Dahulu kala ada pasangan anak dan bapak dari kalangan atbaa’ tabiin (anak) dan tabi’in (bapak). Suatu ketika sang bapak (tabi’in) tersebut meninggal dunia. Kemudian di waktu tidur sang anak (atbaa’ tabi’in) bermimpi. Dalam mimpinya sang ayah mendatanginya seraya berkata : “Wahai anakku, jangan pernah engkau sia-siakan amal sholeh sekecil apapun karena nikmatnya akan kita rasakan ketika kita di alam kubur. Hanya ada satu amalan yang tidak bisa aku rasakan nikmatnya di alam kubur yaitu ketika aku sholat tahajjud kemudian mendengar suara langkah kaki seseorang kemudian suaraku aku keraskan agar didengar oleh orang tersebut”.

  1. Tawashou bil Haq
Maksudnya adalah saling mengingatkan untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat. Kenapa Allah menggunakan kata “menasehati” untuk melaksanakan kebenaran bukan menggunakan lafadz “membuat” orang menjadi benar dan senantiasa melaksanakan yang haq? Karena hidayah adalah di tangan Allah. Orang yang menjadi perantara bagi seseorang untuk mendapatkan hidayah maka kelak di akhirat akan mendapat 7 bidadari.

  1. Tawashou bis Shobr
Yaitu saling menasehati untuk senantiasa bersabar. Sabar ada tiga tingkatan :
  1. Sabar dalam melaksanakan ketaatan (tingkatan paling tinggi)
  2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan kepada Allah SWT
  3. Sabar dalam menghadapi ujian (tingkatan paling rendah)
Kenapa sabar dalam melaksanakan ketaatan menempati tingkatan paling tinggi? Karena untuk istiqomah dalam ketaatan harus melakukan dua hal, yaitu : menghindari hawa nafsu dan mendatangkan semangat baru untuk melaksanakan ibadah. Kalau kita istiqomah atas kesabaran pertama, maka tingkatan sabar ke-2 dan ke-3 akan mudah kita lewati.
Wallahu a’lam bish showab

(Pekayon, 25 Muharram 1433/ 21 Desember 2011 pukul 22.27 BBWI)

5 komentar:

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh,,,
Mohon teman2 yang mengunjungi blog ini untuk meninggalkan sepatah dua patah kata pada blog ini. Syukron